Anak Dengan Disabilitas Fungsi Gerak/Motorik

  1. Definisi Disabilitas Fungsi Gerak/Motorik

Disabilitas Fungsi Gerak/Motorik adalah suatu keadaan sulit melakukan kegiatan hidup sehari-hari seperti berjalan, menulis, dll yang diakibatkan oleh hilangnya organ yang berhubungan dengan gerak tubuh karena sakit atau kecelakaan.

Disabilitas yang paling kita kenal adalah polio dan celebral palsy. Polio disebabkan oleh syaraf kranial (bagian otak); distrofi otot (muscular dystrophy – kelemahan otot & hilangnya jaringan otot) disebabkan oleh otot. Meskipun demikian, fungsi mana dalam tingkatan bagaimana, kondisi sulit bergerak berbeda-beda. Adalah penting untuk memahami kondisi masing-masing anak sambil berinteraksi dengan mereka sebagai pribadi.

Disabilitas gerak ini tidak termasuk disabilitas intelegensi. (Orang dengan disabilitas mental dan juga disabilitas fisik disebut cacat ganda / multi-handicapped).

Ada bermacam-macam, orang yang bekerja di perusahaan dan bergerak dengan kursi roda, orang yang berkiprah di paralympics, orang yang sukses di bisnis, dan lain-lainnya.

Dr. Stephen Hawking “ahli fisika berkursi roda” memiliki ALS. Dia membutuhkan bantuan dalam setiap aspek kehidupannya. Kemudian, cacatnya semakin berat hingga ia menjadi tidak bisa berbicara, tetapi menggunakan alat komunikasi dia mempresentasikan teori fisika yang baru, dan mendapatkan banyak sekali penghargaan. (Meninggal dunia 14 Maret 2018, usia 76 th).

Semakin banyak bagian tubuh yang tidak dapat bergerak, semakin cenderung orang awam memandangnya sebagai orang dengan disabilitas intelegensi. Misalnya, untuk mengetahui apakah sang anak memahami atau tidak, dapat ditentukan dari “gerakan”. Apabila ia tidak bergerak, maka cenderung dianggap tidak paham.

Selain itu, di dalam komunikasi, begitu anak tidak menunjukkan gerakan untuk menanggapi secara dinamis, maka ia cenderung dianggap sebagai orang yang tidak paham. Akan tetapi, dengan afeksi yang dalam dan sikap menghargai dari orang-orang sekitar, ditemukan juga contoh komunikasi dengan kerlingan mata.

Dengan kata lain, masalahnya adalah “prasangka orang sekitar” yang melahirkan disabilitas. TIdak dapat menggerakkan badan bukanlah masalah. Sekalipun yang bersangkutan memahami hal sekitarnya dan hal yang dibicarakan, namun bagaimana jika orang sekitar tidak memahaminya. Mungkin ia akan berhenti berusaha untuk melakukan komunikasi.

Dalam pendidikan inklusi, hal yang penting adalah bahwa guru berinteraksi dengan penuh kasih dengan “seorang anak” tanpa memandang ada tidaknya disabilitas.

Akhir-akhir ini, banyak orang berkomunikasi menggunakan gawai IT seiring berkembangnya teknologi. Alat bantu komunikasi yang disebut AAC (Augmentative Alternative Communication) merupakan gawai yang fungsinya disesuaikan dengan kemampuan orang yang menggunakannya, dan telah menjadi tren di seluruh dunia.

Akan tetapi, meskipun teknologi berkembang, kita harus mengubah pola pikir terhadap disabilitas, dan memperbaiki keadaan.

  1. Keterlambatan perkembangan fungsi motorik

Kebanyakan orang dengan disabilitas inteligensi mengalami perkembangan motorik secara perlahan-lahan.

Jika cara belajarnya lambat, maka pertumbuhannya juga lambat dibandingkan dengan anak pada umumnya, dan ini adalah hal yang alami.

Budaya anak dengan disabilitas intelegensi adalah “perlahan”. Hidup perlahan (slow life). Sekarang ini, semakin banyak orang mulai menyadari kebaikan dari “hidup perlahan”.

  1. Hal yang perlu diperhatikan dalam kelas di TK
    1. Bagi anak dengan disabilitas motorik, banyak kondisi lingkungan anak pada umumnya yang tidak sesuai. Misalnya undakan (perbedaan tinggi rendah lantai). Sekarang, di dalam kota banyak disediakan jalan naik turun tanpa tangga (slope). Tiba saatnya juga fasilitas semacam ini dibuat di TK
    2. Jika berpartisipasi dalam kegiatan sambil duduk di kursi roda atau kursi khusus, perlu untuk memperhatikan apakah baik untuk yang bersangkutan dan tempat duduknya.
    3. Untuk anak yang sulit melakukan gerakan mengubah posisi diri sendiri, mari diskusikan dengan walimurid atau fisioterapis tentang posisi yang baik, sebaiknya seberapa sering membantunya mengubah posisi, sebaiknya diubah ke dalam posisi bagaimana.
    4. Anak yang sering dibantu, memiliki sedikit kesempatan mengungkapkan pemikiran sendiri, sehingga cenderung menjadi pasif. Ada keadaan pemikirannya sendiri tidak berkembang. Oleh karena itu, penting untuk menanyakan dan memastikan kepada anak ketika memberikan bantuan.
    5. Berkenaan dengan fungsi tangan, anak memiliki perasaan ingin mencoba. Dalam hal ini, adalah penting bagi guru untuk membaca perasaan anak, dan memberikan bantuan agar anak dapat merasakan kebahagiaan karena suatu pencapaian. Selain itu, dengan menggunakan alat bantu, ada kalanya tangan menjadi mudah digerakkan. Sebaiknya dilakukan sambil berkonsultasi dengan terapis okupansi.